Asy-Syaikh Al-Walid Abdul Aziz bin Bazz Dan Pembelaan Beliau Terhadap Hadits-Hadits Nabi

Abu Muhammad, Muhammad Rijal Lc

Tahun 1420 H. umat kehilangan dua ‘alim Rabbani. Asy Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Al-Walid Abdul Aziz bin Baz.

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, nama yang tidak asing di tengah kaum muslimin. Harum nama beliau. Alam islamy menyaksikan perjuangan beliau dalam membela islam dan kaum muslimin. Adapun celaan yang tertuju kepada beliau hanyalah riak-riak ditengah dalamnya samudera. Cukuplah biografi beliau dan sanjungan alam islam sebagai bantahan bagi mereka yang dengan lancang mencela seorang yang telah menghabiskan waktunya untuk membela islam.

Meningal di usia ke 89 pada hari Kamis Muharrom 1420 H. Seusai shalat Jum’ah jenazah dishalati di Masjidil Haram bersama duka yang mendalam dan awan kelabu yang menyelimuti kalbu kaum muslimin. Shalat Ghaib juga ditegakkan di Masjid Nabawi dan masjid-masjid jami’ di Mamlakah Al-Arobiyyah As-Su’udiyah, hari itu.

Ummat kehilangan lagi sosok ulama mujaddid. Demikianlah zaman berlalu. Satu demi satu ulama meninggalkan dunia hingga kejahilan semakin merebak. Manusia pun akan menjadikan pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh mereka dari kalangan orang-orang yang jahil sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam sebuah hadits:

إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من صدور الرجال ، ولكن يقبض العلم بموت العلماء حتى إذا لم يبق عالم ، اتخذ الناس رءوسا جهالا ، فسئلوا فأفتوا بغيرعلم ، فضلوا وأضلوا

Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta-merta dari dada-dada manusia, namun Allah mencabut ilmu dengan wafatnya ulama. Sehingga ketika tidak ada lagi seorang yang ‘alim, manusia mengangkat pemimpin-pemimpin mereka dari kalangan orang-orang jahil, mereka ditanya dan memberikan fatwa (dia atas kejahilan), mereka pun sesat dan menyesatkan.[1]

Syaikh Abdul Aziz bin Bazz termasuk pemuka ulama yang sangat gigih menyebarkan aqidah islam dan membela dakwah ahlus sunnah wal jamaah, sebagaimana ini tampak dalam amaliyah beliau, ceramah-ceramah beliau, fatwa-fatwa dan kitab-kitab yang beliau tinggalkan.

Beliau gigih membela tauhid dan memerangi syirik. Hidup beliau penuh dengan pembelaan kepada Allah dan Rasul-Nya, islam, shahabat dan pembelaan terhadap aqidah ahlus sunnah waljamaah.

Syaikh Bin Baz dan Ilmu Hadits

Keilmuan beliau sangat mendalam. Hafal Al-Quran sebelum baligh, kemudian beliau tekun duduk di hadapan para pembesar ulama di zaman itu. Kebutaan yang menimpa di umur yang ke 19 tidak membuatnya surut dalam menimba ilmu, bahkan mendorong beliau untuk menambah semangat. Allah bukakan pintu-pintu ilmu untuknya. Jadilah beliau –dengan izin Allah- seorang ulama. Semua menyaksikan keluasan ilmu Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Di samping ilmu Aqidah, Tafsir, fiqh, dan cabang-cabang lain, perhatian beliau kepada hadits-hadits Rasulullah saw demikian kuat. Disebutkan dalam biografi bahwasannya beliau menghafal hadits-hadits shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Semangat beliau dalam menyebarkan hadits nabi dan bertafaqquh dalam cabang ilmu ini juga tampak kental dalam banyak pelajaran-pelajaran yang beliau sampaikan kepada para penuntut ilmu. Beliau mengajarkan Kutubus sittah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasai dan Sunan Ibnu Majah). Beliau juga mengajarkan Musnad Imam Ahmad, Muwatho’ Imam Malik, Sunan Ad-Darimi, Shahih Ibnu Hibban, As-Sunan Al-Kubro lin Nasai, Bulughil marom, Muntaqol Akhbar, bersama dengan pelajaran-pelajaran lain yang tekun beliau ajarkan kepada para penuntut ilmu dalam Aqidah, Tafsir, Faroidh, fiqh dan cabang ilmu lainnya.

Semua orang yang adil dalam menilai akan berdecak kagum mengucapkan Masya Allah, La Quwata illa billah ketika melihat bagaimana ketajaman beliau dalam menjelaskan makna hadits-hadits shahih dengan pemahaman salafush-shalih, dengan ibarat yang mudah, ringkas dan padat.

At-Tuhfatul Karimah Fi Bayani Ba’dhil Ahadits Al-Maudhu’ah Was Saqimah.

Disamping semangat menyebarkan hadits-hadits Ar-Rasul yang shahih dengan pemahaman salaful ummah, perhatian beliau tertuju kepada hadits-hadits dhoif dan maudhu’ yang banyak tersebar di tengah muslimin. Beliau tidak tinggal diam. Lengan baju beliau singsingkan untuk menjelaskan kepada ummat apa yang tidak sahih dari Rasulullah saw atau bahkan dipalsukan atas nama beliau.

Diantara karya yang menunjukkan semangat beliau mengikuti jejak salaful ummah dan imam-imam ahlus sunnah dalam membersihkan hadits-hadits Rasulullah saw dari kedustaan kaum pendusta dan tercampurnya sabda-sabda Rasulullah dengan riwayat-riwayat yang tidak dipertanggungjawabkan, beliau kumpulkan banyak hadits maudhu’ dan lemah dalam risalah berjudul: “At-Tuhfatul Karimah fi Baya ba’dhil Ahadits Al-Maudhu’ah was Saqimah.” [2]

Di awal risalah beliau berkata: “Segala puji bagi Allah Dzat yang telah memuliakan kita dengan agama islam, Dzat yang telah menjadikan islam sebagai sesempurna-sempurnanya agama, Dzat yang telah menjaga kitab-Nya yang mulia :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.Hijr:9

Allah mudahkan untuk agama ini keberadaan ulama yang kokoh dalam ilmu, para pembela yang membersihkan agama ini dari penyimpangan orang yang melampaui batas, ta’wilnya orang-orang jahih, dan makarnya orang-orang yang berpenyakit lagi memiliki permusuhan.

Allah jaga pula sunnah Nabi kita saw dengan kegigihan ahlul ilmu dan iman, orang-orang yang jujur lagi terpercaya. Mereka jelaskan kepada umat mana hadits-hadits yang shahih dan cacat, mana pula hadits-hadits yang hasan dan lemah. Mereka terjun dalam medan (jihad ini), meneliti keadaan rawi-rawi penukil hadits. Hingga tampaklah mana perawi yang tsiqat, jujur, memiliki hafalan, amanah, dan bagus dalam periwayatan serta kuat dalam pemahaman, tampak pula siapakah perawi yang muttaham (tertuduh berdusta) atau memang pendusta, demikian pula perawi yang jelek hafalannya, atau sangat banyak salahnya karena hafalannya yang menjadi kacau atau sebab lainnya. Itu semua mereka jelaskan sebagai bentuk nasehat kepada umat….

Inilah sebuah risalah sederhana, berisi keterangan sebagian hadits-hadits maudhu dan dha’if, sengaja aku kumpulkan dalamnya agar aku benar-benar berada diatas ilmu tentang hadits-hadits tersebut, aku bisa mengambil manfaatnya pertama kali, dan semoga saudaraku juga dapat mengambil manfaatnya. (Majmu Fatawa)

Kemudian Syaikh mulai menyebutkan hadits-hadits lemah dan palsu yang beliau urutkan sesuai huruf hijaiyyah untuk memudahkan para pencari hadits dan mudah untuk mengambil manfaatnya.

Beberapa  Hadits Dha’if dan Maudhu’ Yang Diterangkan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz

Untuk menyempurnakan faedah, berikut ini dua buah hadits, maudhu’ dan dha’if  beserta keterangan Syaikh bin Baz dari risalah At-Tuhfatul Karimah dan fatwa Syaikh.

Hadits Pertama: Hadits Maudhu’ (palsu) tentang Anjuran Berdoa kepada Penghuni kubur. Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

إذا تحيرتم في الأمور فاستعينوا بأهل القبور

Jika Kalian mendapat kesusahan dalam perkara-perkara kalian mintalah pertolongan kepada penghuni-penghuni kubur.

Riwayat ini diantara syubhat kaum sufi, quburi. Mereka gembar-bemborkan hadits ini untuk melegalisasi praktek-praktek kesyirikan yang banyak mereka lakukan di kuburan-kuburan yang mereka anggap mulia.[3]

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya: “(Wahai Syaikh) sebagian manusia berkata: memohon kepada mayit di kubur mereka perkara yang boleh dengan dalil hadits : “Jika Kalian mendapat kesusahan dalam perkara-perkara kalian mintalah pertolongan kepada penghuni-penghuni kubur.”  Shahihkah hadits ini atau tidak?

Beliau menjawab: Hadits ini termasuk diantara hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasulullah saw sebagaimana banyak ulama memperingatkan, diantara mereka adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa juz I halaman 356, setelah beliau sebutkan hadits ini:

“Hadits ini dusta, dibuat-buat atas nama Nabi saw, dan ini adalah kesepakatan ulama yang mengerti hadits-hadits beliau, tidak ada seorang ulama pun meriwayatkan hadits ini, bahkan tidak ada tersebut dalam kitab-kitab hadits yang dijadikan sandaran.”.

Hadits yang didustakan atas nama Nabi ini bertentangan dengan kandungan Al-Kitab dan As-Sunnah tentang kewajiban memurnikan ibadah hanya untuk Allah dan diharamkannya mempersekutukan Allah.

Tidaklah diragukan bahwasannya berdoa (memohon) kepada orang-orang yang telah mati, beristighotsah (memohon pertolongan dikala sempit) kepada mereka dan berbondong mengharap kepada mereka dalam kesempitan dan kesusahan-kesusahan termasuk sebesar-besar kesyirikan, sebagaimana juga berdoa kepada mereka dimasa lapang juga termasuk kesyirikan.[4]

Dahulu kaum musyrikin, disaat mereka tertimpa kesempitan mereka ikhlaskan doa untuk Allah (mereka lupa ilah-ilah yang lain seperti Al-Latt, Al-‘uzza dst, mereka hanya ingat kepada Allah-pen), namun ketika kesempitan itu telah tersingkap mereka kembali lagi melakukan kesyirikan, sebagaimana Allah sebutkan dalam Firman-Nya:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),Al-Ankabut:65

Ayat-ayat Al-Quran yang semisal dengan ini sangatlah banyak. (Semua menunjukkan bahwa musyrikin terdahulu mereka memurnikan doa kepada Allah di saat sempit, baru ketika lapang mereka kembali kepada ilah selain Allah-pen)

Adapun kaum musyrikin saat ini (seperti mereka yang mendatangi makam-makam para wali, memohon kepadanya atau menjadikannya perantara-pen), kesyirikan mereka tidak kenal waktu, baik dimasa lapang atau di masa sempit, bahkan dimasa sempit kesyirikan itu semakin bertambah (yakni ketergantungan mereka kepada para penghuni kubur menjadi berlipat-pen)- kita berlindung kepada Allah. …(Mereka berdoa kepada selain Allah, padahal doa hanyalah hak Allah-pen) Allah berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, .. Al-Bayyinah:5

Allah juga berfirman:

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya). Al-Mukmin:14

Dalam ayat lain Allah berfirman

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ – إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ

Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. Fathir: 13-14

Ayat ini sifatnya umum, mencakup semua yang diibadahi selain Allah, apakah para nabi[5], orang-orang saleh atau lainnya. Allah telah jelaskan bahwasannya doa musyrikin yang ditujukan kepada mereka (orang-orangyang telah mati) adalah kesyirikan, Allah juga jelaskan bahwa perbuatan tersebut adalah kekufuran. Allah berfirman:

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

Dan barang siapa berdoa (menyembah ilah yang lain) di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Al-Mukminun:17

Ayat-ayat yang menunjukkan wajibnya mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata, dan kewajiban mengarahkan doa hanya kepada Dia dan bukan pada yang lainnya, demikian pula ayat yang menunjukkan diharamkannya beribadah kepada selain Allah ta’ala dari kalangan orang yang sudah mati, patung-patung, berhala, pepohonan, bebatuan dan lainnya, ayat-ayat tersebut sangat banyak, orang yang mentadabburi AlQuran dan membacanya dengan tekad memperoleh petunjuk pasti akan mengetahuinya. Hanya kepada Allahlah tempat memohon pertolongan, laa haula wa laa quwwata illa billah. (Majmu’ Fatawa Syaikh bin Baz dan Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb)

Hadits Kedua:

وإن الله تعالى لا يقبل صلاة رجل مسبل إزاره

Dan Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang musbil (menjulurkan kainnya dibawah mata kaki).

Menjulurkan kain dibawah mata kaki bagi kaum lelaki adalah perkara yang dilarang Rasulullah saw. Hadits-hadits dengan tegas melarangnya secara umum baik menjulurkan karena sombong atau karena tidak sombong.

Bahkan Al-Imam Adz-Dzahabi Asy-Syafi’i memasukkannya dalam kitab Al-Kabair (dosa-dosa besar).

Dikalangan ulama terjadi perbincangan tentang hukum sholatnya orang yang memakai kain di bawah mata kaki, apakah sah shalatnya?

Berkata Syaikh Bin Baz: Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud no. 638 Juz 1 hal 172 dan no.4086 Juz 4 hal 57 dari Musa bin Ismail dari Aban dari Yahya dari Abu Ja’far dari ‘Atha’ dari Abu Hurairah ra. beliau berkata:

“Suatu saat ada seorang shalat dalam keadaan musbil (menjulurkan sirwalnya di bawah mata kaki), ketika itu Rasul saw berkata: “Pergilah engkau, ulangi wudhumu”. Ia pergi lalu datang kembali. Rasul mengulangi lagi sabdanya: “Pergilah engkau, ulangi wudhumu”. Bertanyalah seseorang: “Wahai Rasulullah kenapa engkau perintahkan dia berwudhu kemudian engkau diam?” Rasul pun bersabda:

إنه كان يصلي وهو مسبل إزاره ، وإن الله تعالى لا يقبل صلاة رجل مسبل إزاره

Sungguh ia tadi shalat dalam keadaan musbil, dan Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang menjulurkan kainnya dibawah mata kaki.

Tentang hadits ini Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin berkata: “Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud sesuai syarat Imam muslim” [6]

Aku (Syaikh bin Baz) katakan: “Ini wahm (kealpaan) Imam Nawawi rahimahullah, sanad ini sebenarnya tidak sesuai dengan syarat Imam Muslim, bahkan dha’if (lemah) karena ada dua illat (cacat) di dalamnya.

Pertama: Hadits ini datang dari riwayat Abu Ja’far –tanpa menyebut nasabnya- dan ia majhul (tidak dikenal).

Kedua: Hadits ini adalah riwayat Yahya bin Abi Katsir dari Abu Ja’far dengan ‘an’anah, sementara Yahya seorang yang mudallis[7], dan mudallis jika tidak terang-terangan mendengar haditsnya (dari sang guru) maka haditsnya tidak dijadikan hujjah, kecuali jika berada dalam Shahihain.

Seandainya hadits ini shahih makna yang terkandung adalah ancaman keras agar seorang tidak lagi melakukan isbal, adapun shalatnya tetaplah sah, karena Rasul saw tidak memerintahkannya mengulangi shalat. Yang beliau perintahkan adalah mengulangi wudhunya.

Dinafi’kannya shalat dalam hadits, tidak mesti berkonsekwensi batalnya shalat, seperti contohnya sabda Rasulullah saw:

من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة

Barangsiapa mendatangi dukun lalu ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, sungguh tidak akan diterima shalatnya selama empatpuluh hari. HR. Muslim dalam Shahihnya

(Dalam hadits ini Rasulullah saw menafi’kan shalat orang datang kepada dukun dan bertanya walaupun tidak mempercayainya)[8] Tentang hadits ini Imam Nawawi menukilkan adanya Ijma’ (kesepakatan ulama)  bahwasannya dia tidak diperintahkan mengulangi shalatnya namun pahalanya hilang (yakni shalat yang dilakukan tidak berpahala selama 40 hari), ini sebagai hukuman sekaligus peringatan. Dan yang serupa dengan ini ada dalam banyak hadits.

Ini semua menunjukkan bahwa tidak diterimanya shalat orang yang musbil maksudnya adalah (hilang pahalanya) dan tidak mengharuskan batalnya shalat, karena Rasulullah tidak perintahkan dia untuk mengulangi shalat, demikian pula dalam hadits Ibnu Mas’ud Rasul tidak memerintahkannya mengulangi (shalat). Yang beliau perintahkan untuk diulangi adalah wudhunya… mungkin dengan wudhu itu akan meringankan dosa, semua makna ini tentunya jika hadits di atas shahih.

Bisa jadi hadits diatas dijadikan dalil tidak sahnya shalat (orang yang musbil) karena tidak adanya perkara yang memalingkan makna ini seperti sabda Nabi saw:

لا يقبل الله صلاه أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ

Allah tidak menerima shalat diantara kalian jika berhadats hingga dia berwudhu. Muttafaq ‘Alaihi

Hadits ibnu mas’ud yang kita isyaratkan sebelum ini dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan no. 637 Juz I hal 172 dengan sanad shahih. Ibnu Mas’ud berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

من أسبل إزاره في صلاته خيلاء فليس من الله في حل ولا حرام

Barangsiapa menjulurkan kainnya (di bawah mata kaki) karena sombong, Allah tidak mengurusinya baik di tanah halal atau harom.[9]

Setelah meriwayatkan hadits, Abu Dawud mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Jama’ah secara mauquf dari Ibnu Mas’ud.

Berkata Syaikh bin Baz: Mauquf yang seperti ini memiliki hukum marfu’  karena  kandungannya adalah perkara yang tidak mungkin berasal dari ro`yu (pendapat-pendapat semata), sebagaimana diketahuii dari perkataan ulama dalam Ushul fiqh dan Mustholah Hadits. Wa billahit taufiq. (Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz)

Khatimah

Pembaca rahimakumullah, demikian sepenggal penjelasan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz di antara peninggalan-peninggalan beliau yang sangat banyak. Selebihnya pembaca dipersilahkan merujuk kepada risalah “At-Tuhfatul Karimah fi Baya ba’dhil Ahadits Al-Maudhu’ah was Saqimah.” Dan karya-karya Syaikh lainnya.

Apa yang sedikit ini semoga memberikan manfaat kepada kita, dan mengingatkan kepada para pencela syaikh Abdul Aziz yang telah beruban dalam membela islam dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. semoga Allah merahmati dan mengampuni kita semua dan Syaikh serta mengumpulkan kita semua di dalam jannah-Nya. Amin.


[1] HR. Al-Bukhari no.100,  Muslim no. 2673,  At-Tirmidzi no. 2652 Ibnu Majah no.52, Ahmad bin Hanbal (2/162) Ad-Darimi no.  dari Hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash, semoga Allah meridhoi keduanya.

[2] Risalah ini Dicetak bersama Majmu’ Fatawa wa Maqolat Syaikh bin Baz Juz 26

[3] Seperti kuburan-kuburan wali. Fenomena menyedihkan tampak dihadapan mata dimana kuburan-kuburan itu sesak dipenuhi manusia. Isak tangis dan bisikan khusyu’ terdengar dari para penziarah. Mereka gantungkan harapan kepada mayyit, berdoa kepada mayit atau menjadikan mereka perantara. Sungguh ini adalah kesyirikan yang nyata, wahai kaum muslimin berhati-hatilah dari pemimpin-pemimpin kesesatan yang menggunakan hadits-hadits palsu semacam ini untuk membenarkan kesyirikan. Lalu diletakkan dimana ayat-ayat Al-Qurann yang dengan tegas melarang kalian berdoa kepada selain Allah?

[4] Yakni Syirik Akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama islam

[5] Seperti nashoro yang menyembah Isa atau manusia yang berdoa kepada Nabi Muhammad saw

[6] Maksud beliau, hadits ini shahih bahkan sesuai dengan syarat (kriteria) shahih muslim.

[7] Mudallis adalah orang yang menggelapkan hadits dengan menggugurkan rawi dalam sanad kemudian langsung meriwayatkan dari guru rawi yang dibuang tersebut dengan ‘an’anah,

atau menggelapkan rawi dengan memberikan sifat, julukan atau panggilan kepada seorang rawi dengan sesuatu yang tidak dikenal sehingga menjadi samarlah jatidiri rawi tersebut.

[8] Adapun orang yang datang kepada dukun meyakini bahwa dukun mengetahui perkara yang gaib, dan ia benarkan sang dukun. Sesungguhnya dia telah melakukan pembatal keislaman dan shalat orang yang datang kepada dukun dengan keyakinan seperti ini shalatnya tidak sah karena dia bangun ibadah di atas kekufuran.

[9] Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad: “Hadits ini ditafsirkan dengan beberapa tafsiran… dan maksud dari sabda ini adalah celaan kepadanya (yakni orang yang menjulurkan kain dibawah mata kaki), dan sesungguhnya dia telah melakukan perkara yang membahayakan. Musbil adalah perkara yang buruk dalam segala keadaan terlebih ketika seorang shalat..

Sumber: http://ibnuljazari.wordpress.com

Posted on September 5, 2012, in Kisah dan Ibroh. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Komentar ditutup.