MU’JIZAT PERANG DZATUR RIQA ; Luluhnya Pedang Terhunus di hadapan kelembutan, Kisah badui menghunus pedang, kisah safar Rasulullah

Perang Dzatur Riqa’ tahun 4 hijriyah telah usai. Langkah-langkah tentara Allah kembali menyusuri panas sahara, membelah kerasnya alam jazirah menuju kota Madinah.

Perang Dzatur Riqa’ terkenal dengan nama ini karena banyak para shahabat menggunakan kain-kain untuk meutup dan mengikat luka-luka mereka. Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu berkata:

خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ وَنَحْنُ سِتَّةُ نَفَرٍ بَيْنَنَا بَعِيرٌ نَعْتَقِبُهُ فَنَقِبَتْ أَقْدَامُنَا وَنَقِبَتْ قَدَمَايَ وَسَقَطَتْ أَظْفَارِي وَكُنَّا نَلُفُّ عَلَى أَرْجُلِنَا الْخِرَقَ فَسُمِّيَتْ غَزْوَةَ ذَاتِ الرِّقَاعِ لِمَا كُنَّا نَعْصِبُ مِنْ الْخِرَقِ عَلَى أَرْجُلِنَا

Artinya: “Kami keluar bersama Nabi Shalallohu’alaihi wasallam dalam sebuah pertempuran, (Dalam perang itu) kami berenam bergantian mengendarai satu onta. Kaki-kaki kami pun terluka. Kakiku terluka hingga lepas kuku-kukunya, dan kami ketika itu membalut kaki-kaki kami dengan kain-kain maka dinamailah perang tersebut dengan perang Dzatur Riqa’ karena apa yang kami lakukan (yaitu) membalut kaki-kaki kami dengan kain-kain.”[1]

Di tengah-tengah mereka tampak seorang dengan tubuh nan indah, tidak terlalu tinggi tidak pula pendek, rambut hitam, dada bidang, kulit yang bersih dan halus lebih halus dari sutera.

Jenggot yang lebat semakin menghiasi kewibawaan sosok itu. Dialah sang panglima perang, dialah Rasulullah shallallohu’alaihi wasallam, Kekasih Allah.

Bersama para shahabat, beliau terus berjalan sembari berdzikir kepada Allah, menyibak panasnya gurun menyempurnakan perjalanan jihad, kembali menuju Thoibah.[2]

Perang Dzatur Riqa sesungguhnya menorehkan berbagai peristiwa menakjubkan dan penting, namun pada kesempatan ini kita akan petik beberapa faidah dari kisah seorang Badui yang berusaha mencelakakan Rasulullah saw dalam perjalanan beliau pulang menuju Madinah.

Kepenatan menimpa tentara-tentara Allah dalam perang itu. Kendaraan yang dibawa tidak sesuai dengan jumlah tentara yang menyertai, seperti dikisahkan Abu Musa Al-Asy’ari.

Di waktu siang. Rasulullah saw pun memutuskan agar pasukan singgah di sebuah wadi (lembah) untuk beristirahat.

Tampaknya tempat itu cukup bagus. Pohon-pohon rindang dan rumput padang pasir banyak tumbuh di tempat itu. Pilihan yang tepat walhamdulillah.

Shahabat segera berpencar, mencari tempat istirahat masing-masing. Semua mencari tempat yang cocok untuk berteduh. Mereka pun beristirahat. Tidak ketinggalan Rasulullah saw, sebuah pohon rindang dikhususkan untuk beliau. Tidak selang lama Rasulullah saw tertidur.

Tanpa disadari… sesosok badui mendekat, menuju peristirahatan Rasulullah shallalohu’alaihi wasallam.

Dengan cekatan ia ambil pedang Rasulullah saw yang memang beliau gantungkan di pohon. Pedang pun terhunus, tepat di hadapan beliau shallalohu ‘alaihi wasallam.

Berhasilkah Badui meluluskan upayanya mencelakakan Rasulullah shallalohu’alaihi wasallam? Allah gagalkan makarnya.

Shahabat tidak menyaksikan kejadian tersebut. Rasulullah saw memanggil Shahabat setelah Badui tidak berdaya sebagaimana dikisahkan Jabir bin Abdillah Ra.

أَنَّهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةً قَبْلَ نَجْدٍ , فَلَمَّا قَفَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَفَلَ مَعَهُ فَأَدْرَكَتْهُمُ الْقَائِلَةُ فِي وَادٍ كَثِيرِ الْعِضَاةِ , فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَفَرَّقَ النَّاسُ فِي الْعِضَاةِ يَسْتَظِلُّونَ فِي الشَّجَرِ , وَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَعَلَّقَ فِيهَا سَيْفَهُ ، قَالَ جَابِرٌ : فَنِمْنَا نَوْمَةً ثُمَّ إِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُونَا فَأَجَبْنَاهُ فَإِذَا عِنْدَهُ أَعْرَابِيٌّ جَالِسٌ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ هَذَا اخْتَرَطَ سَيْفِي وَأَنَا نَائِمٌ فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ فِي يَدِهِ صَلْتًا ” , فَقَالَ : مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي يَا مُحَمَّدُ ؟ فَقُلْتُ : ” اللَّهُ ” . فَشَامَ السَّيْفَ ، وَجَلَسَ ثُمَّ لَمْ يُعَاقِبْهُ .

(Jabir mengisahkan) bahwa beliau ikut berperang bersama Rasulullah saw, perang arah Najd (yakni perang Dzatur Riqa’). Saat kepulangan (menuju madinah) Jabir juga ikut mengiringi. Sampailah rombongan di sebuah lembah yang banyak ditumbuhi tanaman, diwaktu siang. Rasul pun singgah, shahabat berpencar berteduh dibawah pepohonan. Rasulullah berteduh di bawah sebatang pohon, beliau gantungkan pedang beliau. Berkata Jabir selanjutnya: “Kami tertidur, tiba-tiba Rasulullah saw menyeru memanggil, kami bergegas memenuhi seruannya. Ternyata seorang Badui terduduk di sisi beliau. Rasul berkata: “Orang ini telah mengambil pedangku. Begitu aku bangun pedang telah ditangannya terhunus dihadapanku. Berkata sang Badui: Siapa yang akan membelamu dariku wahai Muhammad ? Aku jawab: Allah ! Pedang pun terjatuh, dan ia terduduk.! Rasulullah tidak membalasnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw menjawab pertanyaan Badui dengan ucapan beliau: “Allah !” Jibril mendorong dada badui hingga terjatuh pedang lalu Rasulullah saw mengambilnya, kemudian kemudian balik bertanya kepada Badui: “Siapa yang akan membelamu dariku?” Badui menjawab: “Tak ada seorang pun.” Rasulullah bersabda: “Bangkit, pergilah engkau untuk urusanmu.”

Al-Waqidi, menyebutkan kisah serupa, beliau menambahkan bahwa Sang Badui kemudian masuk islam, dia kembali kepada kaumnya dan banyak dari kaumnya mengikuti dirinya. Adapun Ibnu Ishaq beliau meriwayatkan bahwa Sang Badui masuk islam kemudian. Allahua’lam.

Faedah-faedah Kisah

Pertama: Kisah ini diantara dalil penjagaan Allah atas Nabi dan kekasih-Nya, Muhammad bin Abdillah. Penjagaan ini merupakan salah satu mukjizat dan tanda kebenaran dakwah beliau. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.. Al Maidah:67

Penentangan kaumnya bahkan dari kerabat dekat beliau seperti Abu Lahab sangat keras. Berbagai macam  makar dilakukan musuh-musuh islam untuk memadamkan dakwah Rasulullah saw, bahkan beberapa kali mereka berupaya membunuh Rasulullah saw dengan perencanaan yang sangat matang. Kita tidak lupa upaya Quraisy membunuh Rasulullah saw menjelang hijrah, tidak lupa pula upaya Bani Nadhir membunuh Rasulullah saw saat beliau berkunjung, termasuk upaya Yahudi meracuni beliau seusai perang Khaibar.

Adakah makar mereka yang mampu memadamkan dakwah Rasulullah saw, dan berhasil menimpa beliau? Demikianlah, semua upaya musuh-musuh Allah untuk mencelakakan Rasulullah saw, dan menghentikan dakwah beliau tidak ada satu pun berhasil.

Qatadah mengatakan bahwa kisah Rasulullah saw bersama Badui, adalah sebab turunnya Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal. Al-Maidah: 11[3]

Kedua: Tawakkal kepada Allah dan bergantung kepada-Nya adalah sebab diselamatkannya seorang mukmin dari segala bahaya dan malapetaka Allah berfirman:

Sebagaimana dalam kisah ini, tidak ada sedikitpun dapam kalbu Rasulullah saw ketergantungan kepada selain Allah. Begitu Rasulullah shallallohu’alaihi wasallam bangun beliau dan beliau dapatkan pedang terhunus tanpa keraguan beliau mengatakan : Allahlah yang akan membelaku.

Ketiga: Rasulullah saw adalah manusia yang menimpanya kelelahan, kepenatan demikian pula tidur. Inilah hakekat yang harus selalu diingatkan, beliau tidak sedikitpun memiliki sifat-sifat rububiyyah yang merupakan kekhusussan Allah

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya”.

Keempat: Kelembutan dan sifat pemaaf Rasulullah saw adalah tauladan bagi ummat terlebih para da’I, Dua sifat ini salah satu faktor keberhasilan dakwah.  Allah berfirman:

  1. Disyareatkannya rombongan safar untuk berkumpul dan tidak berpencar-pencar ketika beristirahat di sebuah persinggahan. (Sumber: Majalh Qudwah)


[1] HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shahih, kitab Al-Maghazi, Bab Ghozwatu Dzatr Riqa’ (no. 4128) dan Muslim dalam Ash-Shahih, Kitab Al-Jihad was Sair, Bab Ghazwatu Dzatir Riqa’ (no.1816)

[2] Nama lain kota Madinah.

[3] Demikian diriwayatkan Abdurrazaq melalui jalan Ma’mar dari Jabir bin Abdillah Ra sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya demikian pula Ath-Thabari (10/106).

About salafartikel

bismillah

Posted on November 1, 2013, in Kisah dan Ibroh. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar