Category Archives: Ilmu Tajwid Qiroah dan ulumul quran

Bagaimana Cara Menghafal Al Quran

Banyak metode dalam menghafalkan Al-Quran. Namun beberapa langkah berikut perlu untuk direnungkan dalam membantu kita menghafal kitabullah :

(1) Hendaknya hafalan diawali dari surat An-Nas kemudian Al-Falaq. Langkah ini lebih dekat dalam upaya menerapkan proses tadarruj (dalam menghafal Al-Qur`an) . Dengan tadarruj, dimulai dari yang pendek dan mudah lebih memberikan kemudahan, dan akan membuahkan ketegaran ketika seorang baru mulai menghafal Al-Qur`an. Dan cara ini akan memudahkan seseorang dalam melatih diri, membaca apa yang dihafalnya dalam shalat. Dan cara ini tidak pandang usia. Sangat sesuai untuk dijalani oleh anak-anak atau orang dewasa. Cara ini juga telah ditempuh dan membawa hasil pada Madrasah-madrasah Tahfizhul Qur`an. Dan membagi-bagi hafalan (tahzib) dengan batasan surat demi surat, adalah lebih mudah dan sederhana. Adapun tahzib dengan juz` (di mana satu mushhaf terbagi atas 30 juz`) atau atsman/perdelapan juz` (satu juz` terbagi atas 8 atsman), maka hal ini relatif menyulitkan terutama bagi yang baru memulai hafalan.

(2)Dalam menghafal seorang membagi waktunya menjadi dua ; (1) Waktu untuk Hafalan baru (2) Waktu untuk Muraja’ah dengan rincian:

Mengkhususkan siang hari (dari adzan shubuh hingga maghrib), untuk hafalan baru (al-hifzhul jadid).

Mengkhususkan malam hari (dari maghrib hingga  adzan shubuh), untuk mengulang (al-qiyam bil-qur`an).

(3) Untuk membaca hafalan baru (selama siang hari), waktunya  dibagi lagi menjadi dua bagian; (1) untuk menambah hafalan (2) untuk mengulang hafalan yang sudah sempurna

Waktu yang tepat untuk menambah hafalan adalah ba’da shubuh dan ba’da ‘ashar. Adapun waktu untuk mengulang (hafalan yang sudah sempurna) adalah ketika shalat sunnah atau fardhu yang dikerjakan di siang hari ( bisa juga dilakukan di luar waktu-waktu shalat, penj.)

(4) Hendaknya menetapkan target (porsi) yang sedikit untuk menambah hafalan baru. Dan konsentrasi lebih diarahkan untuk mengulang-ulang hafalan yang sudah sempurna (lama).

(5) Membagi hafalan yang sudah sempurna menjadi tujuh bagian, sama dengan jumlah hitungan hari dalam satu pekan. Setiap malam ia membaca dalam shalat satu bagian. Dan inilah yang dimaksud dengan (Al-qiyam bil Qur`an). Dan ini pula yang sering disebut dengan istilah muraja’ah.

(6) Setiap kali bertambah perbendaharaan hafalan yang telah disempurnakan, maka pembagian hizb selama satu pekan diperbaharui lagi, disesuaikan dengan hafalannya, sehingga porsi tiap bagian selama pekan pertama akan lebih sedikit dari pada pekan-pekan berikutnya.

(7) Hendaknya hafalan dilakukan surat demi surat. Dan pada  awal mula menghafal surat tertentu, bisa diadakan taqsith (pemenggalan). Satu surat bisa jadi terbagi menjadi beberapa penggalan. Masing-masing penggalan terdiri atas beberapa ayat, sesuai dengan topik (pokok bahasannya). Dan beberapa topik yang panjang boleh dilakukan pemecahan lagi menjadi 2 atau 3 maqtha’ (target hafalan). Boleh pula menggabungkan beberapa topik dalam satu maqtha’ jika topiknya pendek (terdiri dari ayat-ayat yang banyak). Ada juga sebagian topik termuat hanya dalam satu ayat. Bahkan ada pula ayat-ayat tertentu, (dalam satu ayat) termuat banyak topik. Jadi yang terpenting, taqsim (penentuan target hafalan) tidak boleh ceroboh dan membabi-buta, tidak boleh didasarkan pada muka (tidak pula berdasarkan baris, penj) dan tidak pula berdasarkan atsman.

(8) Tidak boleh sama sekali untuk melampaui surat tertentu (meninggalkannya dan berpindah kepada surat yang lain) sebelum ia menghafal surat tersebut secara sempurna bagaimanapun panjangnya surat tersebut. Meskipun ia harus mengulang-ulangnya setelah sempurna (satu surat) berkali-kali bahkan berhari-hari.

(9) Sangat bermanfaat, men-tasmi’ (menyetorkan) beberapa surat yang hendak diibacanya dalam qiyamullail kepada  orang lain. Dan lebih utama kepada keluarganya sebagai suatu bentuk saling memberi nasehat dan bantuan melalui bacaan Al-Qur`an.

(10) Jika didapati kelemahan hafalan pada beberapa surat tatkala dibaca saat qiyamullail (muraja’ah) maka hendaklah disempurnakan muraja’ahnya dan dhabth-nya (penguatan hafalan hizb tersebut) pada siang hari berikutnya. Dan dalam keadaan seperti ini hendaknya ia tidak menambah hafalan baru. Dan biasanya ini terjadi di hari-hari pertama dalam satu pekan di mana hizb pada hari-hari tersebut terdapat surat-surat terakhir yang belum dihafal dengan sempurna.

(11) Termasuk perkara yang sangat penting dalam menghafal adalah membaca dengan tartil dan keras. Dan tidak selayaknya membaca dengan cepat dan tergesa-gesa ketika membaca Al-Qur`an – meskipun pada hafalan baru – dengan berdalih menguatkan hafalan. Membaca dengan cepat akan melupakan  tujuan membaca Al-Qur`an yaitu tadabbur.

Cara ini akan melahirkan sikap tenang dan hati-hati pada seorang penghafal Al-Qur`an, jika ia mau benar-benar serius dan mau mendidik dirinya agar terbiasa dengan cara tersebut. Tidak ada sikap terburu-buru dan tidak perlu takut lupa. Yang pasti, ia memiliki tujuan yang jelas dalam menghafal Al-Qur`an, bahkan akan memetik hasilnya sejak dari permulaan.

Cara ini berpijak pada sebuah landasan ‘al-hifhut-tarbawi’, menghafal Al-Qur`an dengan metode terbiyah. Adapun menghafal dengan cara ‘Ihfadz wansa’ (Hafalkan lalu lupakan)  maka yang demikian adalah seperti yang diibartkan dalam ucapan Al-A’masy rahimahullah :

مثل من يقدم له الطعام ثم يأخذ باللقمة تلو اللقمة ويرميها وراء ظهره ولا يدخلها إلى في جوفه

Ibarat orang yang disuguhi makanan, lalu ia mengambil makanan tersebut sesuap demi sesuap namun ia buang ke belakang punggungnya, tidak ditelannya. Al Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’ , Al-Khathib Al-Baghdadi)

Metode ini akan mengoptimalkan waktu dan kesungguhan, di mana (dengan cara ini) engkau akan menghafal surat tertentu hanya sekali dalam seumur hidup. Setelah itu engkau tinggal memetik buah dan mengambil manfaat darinya. Adapun hafal dan lupa yang datang dan pergi silih berganti akan membuatmu meggampangkan waktu dan meremehkan kesungguhan. Akan menghalangimu untuk merasakan kenikmatan Al-Qur`an dalam hidup. Bahkan akan muncul kesemrawutan dan kekacauan antara hafalan baru dan muraja’ah hafalan yang telah diselesaikan. Juga akan menimbulkan rasa sedih dan berdosa pada diri orang yang menghafal Al-Qur`an lalu lupa. Dan barangkali inilah penyebab keputusasaan dalam menghafal Al-Qur`an dan menyebabkan oang lari meinggalkannya.