Menghadap dan Membelakangi Kiblat Saat Buang Hajat

Bolehkah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang hajat di dalam wc Rumah?

Jawab: Untuk menjawab masalah ini, sejenak kita perhatikan hadits Salman Al-Farisi Ra[1] yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya demikian pula At-Tirmidzi dalam As-Sunan.

Dikatakan kepada Salman Radliyallaahu ‘anhu: “Sungguh Nabi kalian saw telah mengajarkan segala sesuatu termasuk masalah buang hajat !” Salman berkata: Benar, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil, atau ber-istinja’ (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan, atau beristinja’ dengan batu kurang dari tiga biji, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau dengan tulang.

Hadits Salman di atas demikian pula hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari, menunjukkan diharamkannya menghadap atau membelakangi kiblat secara mutlak baik di dalam bangunan atau di luar bangunan.

Hikmah diharamkannya membelakangi dan menghadap kiblat saat qadhaul hajah adalah mengagungkan baitullah, dan karena kiblat adalah arah kita menghadap ketika beribadah.

Masalah yang ditanyakan yaitu menghadap kiblat atau membelakanginya saat buang hajat dalam bangunan memang terjadi perbedaan pendapat diantara ulama, namun pendapat rajah insyaallah yang kita condong kepadanya dan ini pendapat yang lebih hati-hati adalah larangan secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim. Dan ini adalah pendapat Abu Ayyub Al-Anshary Ra, Atha’ bin Abi Rabah, Ibrahim An-Nakha’i, Ats-Tsauri salah satu riwayat Imam Ahmad dan Abu Hanifah.

Adapun Hadits Ibnu Umar Ra yang secara tidak sengaja melihat Rasulullah saw buang hajat membelakangi kiblat, maka ada kemungkinan itu khususiyah Rasulullah saw atau kemungkinan lainnya. Demikian pula kita katakana bahwa ucapan Rasulullah saw diutamakan dari perbuatan beliau.

Hadits Salman Al-Farisi juga menunjukkan beberapa adab buang hajat lainnya, yaitu:

  1. Larangan beristijmar (membersihkan qubul atau dubur) kurang dari tiga batu
  2. Larangan beristinja dengan roji’ (kotoran binatang) 
  3. Larangan beristinja’ dengan menggunakan tulang. Disebutkan dalam riwayat bahwa tulang adalah rizki (makanan) bagi jin
  4. Agar beristnja dengan tangan kiri dan larangan dengan menggunakan tangan kanan


[1] Salman Al-Farisi, meninggalkan majusi dan berpegang dengan agama nasroni kemudian belajar dengan pendeta-pendeta setiap mati menasehati untuk pergi ke pende lain di akhirnya menyebutkan sifat nabi dan negeri hingga beliau menjadi budak karena didzalimi dan dijual kepada yahudi madinah. Rasul membeli dari yahudi ini dan menjadi maula Rasul, diantara keutamaannya: “Salman Minna min Ahlal bait”, di zaman umar ditunjuk sebagi amir di madain negeri faris, beliau tidak makan dari baitul mal dia sedekahka dan dia makan dari hasil tangannya, dikatakan umurnya 360 atau kurang dari itu Allahu a’lam.

About salafartikel

bismillah

Posted on Januari 21, 2012, in Fiqh - Tanya Jawab Fiqh. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar